Tuesday, December 2, 2008

CARA BIJAK MEMILIH OBAT TRADISIONAL

Link: http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0612/14/100848.htm

Sebagian besar dari kita akrab dengan obat tradisional. Bahkan, banyak yang mengandalkan obat semacam ini untuk menjaga kesehatan atau mengobati penyakit. Sebetulnya, bagaimana cara memilih obat tradisional yang aman?

Minggu lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan sedikitnya 93 jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat keras di sejumlah pasar tradisional.

Obat-obat itu biasanya dijual di gerai-gerai jamu atau dijajakan oleh tukang jamu gendong (dengan sebutan jamu setelan). Kabar tersebut tentu saja menambah kekhawatiran bagi pecinta obat-obat tradisional, karena bahan kimia obat keras jika dikonsumsi akan membahayakan kesehatan.

"Mengonsumsi obat tradisional berbahan kimia obat keras bukan saja membahayakan kesehatan, tapi juga bisa mematikan. Pemakaian obat keras harus melalui pengawasan dan resep dokter," tandas Kepala BPOM, Husniah Rubiana Thamrin Akib, Selasa (5/12). Berbagai bahan kimia obat keras yang ditemukan BPOM itu antara lain fenilbutason, metampiron, CTM, piroksikam, deksametason, allupurinol, sildenafil sitrat, sibutramin hidroklorida, dan parasetamol.

Misalnya, metampiron dapat menyebabkan gangguan saluran cerna, perdarahan lambung dan gangguan syaraf. "Fenilbutason dapat menyebabkan rasa mual, ruam kulit, retensi cairan, dan gagal ginjal. Deksametason dapat menyebabkan trombositopenia, anemia plastis dan gangguan fungsi ginjal, sedangkan Sibutramin Hidroklorida dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung."

REAKSI LAMBAT

Menurut Dr.
Dyah Iswantini, MAgr. dari Pusat Studi Biofarmaka IPB, prinsip kerja jamu salah satunya adalah proses (reaksinya) yang lambat, tidak seperti obat dari bahan kimia yang bisa langsung bereaksi. "Ini karena jamu bukan senyawa aktif. Kalau senyawa aktif (parasetamol, misalnya), butuh proses yang panjang."

Jamu biasanya berasal dari simplisia (tanaman obat kering), yaitu daun/umbi yang diiris, dikeringkan, dan dihancurkan. "Jamu diambil dari daun tanaman obat. Kalau mau diambil senyawanya, harus diekstrak, dipisahkan dulu, dimurnikan, difraknisasi, baru dapat senyawanya," papar Dyah. Tentu saja proses tersebut butuh jumlah bahan baku yang sangat banyak. Misalnya, dari satu ton daun sambiloto yang diekstrak, baru bisa didapat bahan aktifnya.

Itulah sebabnya, jika efek sembuh langsung muncul begitu jamu diminum, konsumen layak curiga, karena pasti ada sesuatu. "Itu yang terjadi pada jamu-jamu yang diberi obat-obat kimia tadi. Tanpa penelitian, hanya dimasukkan begitu saja. Kalau gatal-gatal, diberi CTM. Pusing-pusing, diberi antalgin atau parasetamol. Untuk asam urat, diberi allupurinol. Ya, jelas manjur. Tapi, menjadi berbahaya karena dosisnya tidak diketahui dan tanpa pengawasan dokter. Jamunya hanya sebagai penampakan, padahal isinya bahan kimia."

Peneliti yang juga dosen di Departemen Kimia IPB ini melanjutkan, "Bahaya sekali kalau ada bahan kimia, tanpa tahu dosisnya. Padahal, yang namanya obat (kimia), dosis sangat menentukan. Kalau melebihi dosis bisa berakibat fatal, atau kalau dipakai dalam waktu tertentu, bisa merusak organ vital." Namun, Dyah menekankan, tentu saja tidak semua jamu tidak baik.

Dosis biasanya tertera pada kemasan, kecuali jamu gendong. "Dosis, kan, sebenarnya tidak sembarangan ditentukan. Harus sampai penelitian preklinis (uji coba ke hewan)," jelas Dyah. Dosis di sini dalam arti berkhasiat. Tapi, dosis juga dalam arti jangan sampai melebih toksisitasnya. Misalnya dosisnya satu sachet sehari. Berarti kalau lebih dari satu sachet, sudah melampaui batas yang ditentukan.

PASCA PANEN

Aman dikonsumsi memang menjadi syarat utama jamu, seperti yang ditentukan oleh BPOM. Untuk menguji keamanan, biasanya dilihat kandungannya. Misalnya dengan melihat tingkat toksisitasnya. Contohnya buah mahkota dewa. "Dosisnya harus sekian, tidak boleh melebihi sekian, karena toksik."

Selain soal toksisitas, yang juga memengaruhi keamanan jamu adalah faktor penanganan pascapanen. "Bagaimana cara mencuci, mengeringkan, dan menyimpan sampai menjadi jamu atau produk tertentu (misalnya kapsul atau minuman instan) sangat berpengaruh. Kalau tidak benar, maka mikroba dan aflatoksin jamur, justru bisa berakumulasi di dalam tubuh dan bisa berbahaya," lanjut Dyah.

Penanganan pascapanen harus berdasarkan standar yang benar. "Cara membersihkan, mengiris, mengeringkan pun ada standarnya (Standar Nasional Indonesia). Temulawak dan jahe, misalnya, sudah ada SNI-nya. Jadi, bagaimana penanganan pascapanen dan budidaya sudah ada standarnya."

Lebih lanjut Dyah mencontohkan mengenai ketebalan irisan. "Tak bisa sembarangan. Tergantung apa yang diinginkan. Misalnya, kalau yang diinginkan minyak atsirinya, berarti irisan harus lebih tebal, dan sebagainya." Begitu pula dengan cara mengeringkan dan menyimpan, juga tak boleh dianggap remeh. "Kalau sudah lembap, bukannya mengobati atau mencegah, tapi mikroba yang masuk ke tubuh malah akan bertambah. Kalau yang masuk mikroba yang patogen, bisa merusak," kata Dyah melanjutkan.

Yang jelas, Dyah menyarankan untuk tidak meninggalkan jamu. "Tidak semua industri jamu seperti itu, kok. Banyak produk jamu yang bagus. Konsumen harus jeli memilih, mana jamu yang aman dan mana yang tidak. Lagipula, negara kita ini sangat kaya dengan tanaman obat. Jadi, kitalah yang harus memberdayakan."

LAYAK KONSUMSI

Selain soal khasiat, yang juga harus diperhatikan sebelum mengonsumsi jamu adalah sisi keamanan. "Memang sulit untuk mengetahui apakah ada kandungan bahan kimia di dalam produk jamu. Harus melewati penelitian," jelas Dyah. Tapi, untuk melihat apakah jamu masih bagus (layak konsumsi) atau tidak, bisa dilakukan. Salah satunya dengan melihat tanggal kadaluwarsa. "Juga dari penampakkan serbuk jamunya sendiri. Serbuk yang bagus biasanya kering, tidak lembap."

Dyah juga menyarankan untuk memilih jamu yang sudah teregistrasi. "Ini paling tidak akan mengurangi kemungkinan meminum jamu yang tidak jelas kandungannya. Akan lebih baik kalau minum jamu yang diproduksi berdasarkan hasil penelitian dan proses pembuatannya benar (experiment-based dan knowledge-based).

Minum jamu sebaiknya juga jangan sampai menjadi suatu ketergantungan. "Meskipun sifatnya lebih untuk pencegahan, sebaiknya jangan setiap hari. Diberi selang waktu, misalnya minum dua hari sekali." Yang tak kalah penting adalah konsumsi gizi yang baik, olahraga dan istirahat teratur. "Itu juga membantu mencegah penyakit."

LANGSING DENGAN JAMU

Dari 93 jenis obat tradisional yang ditarik, beberapa di antaranya adalah adalah jenis pelangsing. Menurut Dyah, "Ada, kok, tanaman yang memang bisa membuat langsing, misalnya daun jati belanda atau bangle. Bangle sudah diteliti sampai ke oksisitasnya, sementara daun jati belanda malah sudah diteliti sampai ke tahap preklinik (uji coba ke hewan)."

Cuma, lanjut Dyah, "Orang, kan, ingin langsing cepat, kalau bisa sih turun drastis. Nah, sampai sekarang memang belum ditemukan jamu yang bisa melangsingkan tubuh secara drastis." Yang harus diingat, proses yang cepat tidak menjamin hasil yang selalu bagus. "Kalau berat badan turun drastis, konsekuensinya terjadi pembakaran yang luar biasa, metabolisme terganggu, dan efeknya bisa kemana-mana," jelasnya. "Dengan minuman instan bangle, misalnya, paling tidak berat badan tidak nambah, turun juga sedikit-sedikit."

INI DIA!

Merek produk obat tradisional yang mengandung BKO antara lain: Xing Shi Jiu, G-Bucks Kapsul, Asam Urat dan Flu Tulang Kapsul serta Serbuk, Neo Tasama Kapsul, Pegal Linu Encok Rematik, Langsing Alami Kapsul, Amargo Jaya Ramuan Madura, Cikung Makassar Super, Obat Pegel Linu Ngilu Tulang, Sembur Angin, Daun Dewa, Flu Tulang LabaLaba, Obat Kuat Viagra, Extra Fit, Pegel Linu Cap Widoro Putih, Prono Jiwo dan Antanan Kapsul.
(Sumber: BPOM)

Baca selanjutnya.....

Saturday, November 29, 2008

PENGGOLONGAN OBAT TRADISIONAL

Sumber www.tanaman-obat.com


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian ( galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Obat bahan alam yang ada di Indonesia saat dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.


1. Jamu (Empirical based herbalmedicine)








Logo Jamu

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, yang berisi seluruh bahant anaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara tradisional. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur . Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris turun temurun.


2. Obat Herbal Terstandar (Scientificbased herbal medicine)








Logo Obat Herbal terstandar

Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengant enaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatanekstrak. Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik (uji pada hewan) dengan mengikutis tandar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat,standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akutmaupun kronis.



3. Fitofarmaka (Clinical basedherbal medicine)








Logo Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarati lmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.

Baca selanjutnya.....

DIFINISI OBAT TRADISIONAL

Obat tradisional

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.

Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut. Bagian dari Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia dan tablet.

Baca selanjutnya.....

Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Ebook Download